Laporan khusus:
‘’MADRASAH DINIYAH RIWAYATMU KINI’’
Oleh: An Fauzi
Ada hal menarik ketika ketika mentelusuri seputar Madrasah Diniyah, terlebih saat mendengar apa yang diungkapkannya. “SAYA bisa baca Al Qur^an, salat, wudlu, niat puasa, dan praktek dasar keberislaman lainnya karena di masa kecil saya pernah sakola agama,” demikian pengakuan jujur seorang bapak-bapak waktu itu.
Sakola agama yang dimaksudkannya sekarang disebut madrasah diniyah (MD) atau taman pendidikan Al Qur^an (TPQ).
Memang dulu, sekira tahun 70-an, sekolah yang mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai dasar keislaman lazim disebut “sakola agama” (bahasa Sunda-red). Lazimnya peserta didik adalah anak-anak usia sekolah dasar (SD) atau pra-SMP/MTs. Tentu saja dulu praktek pengajaran dilaksakan amat sederhana dan menempati bangunan alakadarnya pula. Tak ada kurikulum baku. Lembaganyapun terbilang tanpa legalitas komplit. Anak belajar sambil ngadapang (tengkurep -red) menjadi pemandangan biasa.
Sedangkan gurunya pemuka agama di kampung setempat. Taka ada honor pasti bagi para guru, karena karena mayoritas anak didik dari kalangan menengah ke bawah. Para guru meluangkan waktu dan menguras tenaga untuk para bocah karena tanggungjawab moral semata.
Tetapi manfaat keikutsertaan anak di MD luar biasa. Di MD/TPQ mereka menimba ilmu dasar Islam yang menjadi bekal menimba ilmu agama di jenjang selanjutnya. “Saya hapal bacaan wudlu, salat, dan pengetahuan dasar Islam lainnya dari sekolah agama” aku Kusmayadi (45), warga Desa Gasol, Kec. Cugenang, Cianjur.
Pentingnya peran MD/TPQ dalam membentuk karakter anak lambat laun mulai disadari. Anak yang sempat mengenyam di bangku MD/TPQ diketahui lebih memiliki tanda-tanda karakter islami dibanding yang lainnya. Para orang tua pun berbondon-bondong menyekolahhkan anaknya ke MD/TPQ. Terlebih setelah terbit Perda No. 14/2014 dan Perbup No. 57/2021 yang menyaratkan anak yang akan masuk SMP/MTS harus mengantongi ijasah MD/TPQ.
Sekarang jumlah santri/siswa MD se-Kabupaten Cianjur 190 ribuan anak dan TPQ 30 ribuan anak yan tersebar di 2.200 MD dan di 600 TPQ. ‘’Ke depan tak ada lagi anak usia SMP/MTS tidak bisa baca Al Qur’an,” sebut Sekretaris Umum Penyelenggara Pemberdayaan Pendidikan Diniyah dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (P3DTPQ) Kab. Cianjur, Abdul Wahid Al Qudsi, MP.d saat acara penyerahan dana stimulan kepada 600-an guru MD/TPQ di Pancaniti, Pemkab Cianjur, Kamis (4/4).
Tetapi kendati jumlah MD/TPQ kian banyak masih seabreg tantangan yang harus dibenahi. Ragam kekurangan masih melilit lembaga penyelengara pendidikan diniyah ini. Mulai dari aspek bangunan yang alakadarnya hingga kesejateraan yang morat-marit. Honor 200 ribu atau Rp 300 ribu setiap bulannya lazim diterima guru MD/TPQ ini.
‘’Ga apa-apa insyaallah kami ikhlas kok, kami takkan surut semangat mendidik anak-anak kendati dengan upah tidak seberapa,” tutur Sarah (28), guru MD Assyamsuriyah, Kel. Solokpandan, Kec. Cianjur, kemarin. Nasib serupa tentu saja dialami oleh ribuan guru MD/TPQ lainnya di Cianjur. Mereka mendidik anak-anak tuntutan moral muslim semata.
Sejatinya maraknya pendirian MD/TPQ atau lembaga lainnya yang sejenis menandakan tinggginya partisipasi masyarakat. Kendati tanpa sokongan dana dari pemerintah, seperti BOS (Bantuan Operasional Sekolah), lembaga ini mengedepan dalam membangun karakter anak di lingkungannya. Lembaa ini tak pernah menafikan orang tua yang mendaftarkan anaknya bersekolah, namun di sisi lain tidak terlalu berharap partisipasi dari mereka.
Karakter lembaga MD/TPQ dinilai Ketua Umum P3DTPQ Kab. Cianjur, Drs. H. Wawan Munawar, MP.d, paling akomodatif dengan lingkungannya. Lembaga ini lahir, tumbuh dan berkembang dari masyarakat. “Kami menilai jika di suatu tempat banyak berdiri MD/TPQ atau sejenisnya maka menandakan tinggi kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan dini, tegas Wawan, pada kesempatan yang sama. (An Fauzi)
Bupati Herman Suherman menyerakan dana stimulan untuk guru MD/TPQ)
MILIKI DASAR MORAL ANDAL
BOLEH jadi ini testimoni atau kesaksian ampuh yang tidak terbantahkan tentang pentingnya MD/TPQ. Menurut Bupati Cianjur, Herman Suherman, anak yang sempat mengenyam pendidikan di MD/TPQ, bakal memiliki dasar moral andal. Ia akan mampu melakoni dinamika kehidupan tanpa harus terseret pada tindakan yang negatif.
Diakuinya, kedua putrinya mengenyam pendidikan di MD, sehingga ia tidak khawatir ketika besar dan berkuliah di Jakarta. Terbukti kedua putrinya baik-baik saja dan mampu menjalani kehidupan dengan baik kendati rongrongan kehidupan di kota besar kian kompleks. “Yang disebut pacaran saja anak saya tidak mengenalnya. Ada lelaki naksir langsung nikah saja, sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan,” sebutnya, pada penyerahan dana stimulan bagi untuk MD/TPQ, di Pancaniti, Pemkab Cianjur, Kamis (4/4).
Oleh karena itulah pihaknya sangat peduli dengan MD/TPQ. Sebab keberadaan lembaga pendidikan ini mampu membentuk moral dasar islami sekaligus penggetahuan dasar keagamaan bagi anak-anak. Perannya juga mampu mendongkrak Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bidang pendidikan Cianjur yang sekarang tengah digenjot.
Hanya memang diakuinya, keberlangsungan pendidikan di MD/TPQ masih dihinggapi ragam masalah. Mulai dari bangunan madrasah yang alakadarnya, kesejahteraan guru minim, kurikulum belum seragam, dan sebagainya, masih melilit lembaga ini. Ketika memasuki ujian akhir, misalnya, tutur bupati, lembaga ini harus menyediakan dana cukup besar yang ujung-ujungnya jadi beban masyarakat.
‘’Kami tidak ingin lembaga ini terlalu dibebani pembiayaan, seperti ketika akan memasuki ujian akhir yang pada akhirnya membebankan masyarakat,’’ pintanya. Oleh karena itulah ke depan pihaknya akan menganggarkan pada APBD untuk mengucurkan anggaran pelaksanaan ujian akhir MD/TPQ, sehingga masyarakat bebas pungutan.
Program pemkab sebagai bukti kepedulian yang sekarang berjalan diantaranya pemberian dana stimulan untuk guru MD/TPQ. Besarnya Rp 1 juta setiap guru MD/TPQ. Tetapi karena keterbatasan anggaran dana stimulan diberikan secara bergiliran. Tentu saja janji bupati, ketika pendapatan Cianjur meningkat kepedulian kepada MD/TPQ akan meningkat juga. (An Fauzi)
Ketua Umum P3DTPQ menyerahkan dana stimulan untuk guru MD/TPQ)
IBARAT ORANG TUA KEDUA
TANTANGAN hidup kian berat. Perlu kerja ekstra guna melangsungkan kehidupan. Waktu, tenaga, dan pikiran harus difokuskan pada urusan penghidupan. Eksesnya tidak sedikit orang tua lalai mendidik anak-anaknya sejak dini. Pada posisi inilah MD/TPQ atau sejenisnya berperan menyuntikan nilai-nilai dasar keislaman kepada anak agar kelak memiliki karakter islami.
“Jadi MD/TPQ atau sejenisnya ini ibarat orang tua kedua saja. Lembaga yang murni lahir dari masyarakat inilah yang turut membangun karakter anak sejak dini sesuai tuntutan Islam,” kata Ketua Umum P3DTPQ Kab. Cianjur, Wawan Munawar, di sela-sela penyerahan dana stimulan untuk guru MD/TPQ zona 4 di Sindangbarang, kemarin.
Namun tragisnya keberadaan lembaga strategis di tengah-tengah masyarakat ini masih dililit aneka masalah. Maklum saja lembaga ini masuk kategori non formal atau jalur luar sekolah, sehingga tidak mendapatkan kucuran dana dari pemerintah, seperti BOS yang biasa diterima MI/SD/MTs/SMP/SMA/MA. Alhasil MD/TPQ lahir dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Oleh karena itulah pantas pemkab memedulikan keberadaan lembaga ini. Melalui kepedulian ini diharapkannya keberadaan lembaga ini terpelihara bahkan berkembang. ‘’Dan saya meyakini Pak Bupati sangat peduli dengan keberadaan MD/TPQ ini,” sebut Wawan. Ragam program untuk MD/TPQ membuktikan komitmen bupati terhadap MD/TPQ ini.
Bahkan ke depan, tuturnya, bukan saja pemberian dana stimulan guru atau pembebasan ijazah santri/siswa, tetapi pihaknya akan menggelar pelatihan pembuatan soal ujian bagi guru dan penyeragaman kurikulum. Melalui kedua proram ini paling tidak akan sedikit meringankan beban MD/TPQ yang ujung-ujungnya meringankan pula beban orang tua siswa/santri. Tentu saja program kepedulian terhadap MD/TPQ ini didasarkan komitmen bupati. (An Fauzi).